Pengacara: Jemput Paksa Haris dan Fatia terkait Luhut Bentuk Kesewenangan Polisi

Januari 18, 2022

Pengacara: Jemput Paksa Haris dan Fatia terkait Luhut Bentuk Kesewenangan Polisi

Pengacara: Jemput Paksa Haris dan Fatia terkait Luhut Bentuk Kesewenangan Polisi


GELORA - Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, yang tergabung dalam Tim Advokasi Bersihkan Indonesia, mendesak Polda Metro Jaya menyudahi proses hukum terhadap Direktur Lokataru, Haris Azhar, dan Direktur Eksekutif KontraS, Fatia Maulidiyanti.

Isnur menilai ada upaya kriminalisasi yang berusaha dilakukan Menko Marves, Luhut B Pandjaitan, terhadap kliennya. Hal itu terbukti dari adanya tindakan sejumlah aparat kepolisian yang mendadak mendatangi kediaman kliennya.

"[Kami minta] Polda Metro Jaya menghentikan proses hukum terhadap upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan," ujar Isnur dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Selasa (18/1).

Ia menilai seharusnya upaya jemput paksa tersebut tak perlu dilakukan kepada kliennya. Tak hanya menyalahi aturan yang ada, Isnur menganggap hal itu sebagai bentuk kesewenangan aparat terhadap hak daripada masyarakat.

"Kepolisian agar menjamin ruang kebebasan berekspresi masyarakat, khususnya Fatia dan Haris Azhar. Kepolisian tidak bertindak sewenang-wenang dan tetap pada komitmen untuk menjaga demokrasi di Indonesia dengan mengimplementasikan hukum dan kebijakan yang sudah dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk pemberangusan kebebasan berekspresi warga negara," ujarnya.

Di lain sisi, Isnur memastikan kliennya tak pernah memiliki maksud untuk tidak kooperatif dengan panggilan yang dilayangkan pihak kepolisian. Hal itu, kata Isnur, bahkan ditegaskan Fatia dan Haris yang menolak untuk dibawa dan memilih untuk datang sendiri ke Polda Metro Jaya siang ini, pukul 11.00 WIB.

"Dalam konteks kasus Fatia dan Haris, sebelumnya sudah mempunyai niat kooperatif untuk melaksanakan pemeriksaan dan menunaikan panggilan dari pihak Kepolisian. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kali Fatia dan Haris melalui kuasa hukumnya mengirimkan surat permohonan penundaan pemeriksaan dikarenakan pihaknya berhalangan hadir pada waktu yang telah ditentukan oleh pihak kepolisian," ucap Isnur

"Akan tetapi, pihak kepolisian tidak pernah memberikan respon yang serius atas permohonan penundaan waktu pemeriksaan yang dimintakan," sambungnya.

Padahal, menurut Isnur, proses hukum yang dijalankan oleh kepolisian harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan prinsip hak asasi manusia yang berlaku secara universal. Pemanggilan dan proses hukum terhadap kedua kliennya, Fatia dan Haris, terkesan dipaksakan dan terburu-buru.

Isnur lantas membandingkannya dengan penanganan sejumlah kasus lain. Ia menilai kepolisian bahkan kerap menunda laporan masyarakat sehingga membuat beberapa kasus yang dilaporkan mangkrak. Berbeda dalam kasus Fatia dan Haris, Kepolisian justru terlihat begitu cepat memproses dan menindaklanjuti laporan dari Luhut Binsar Pandjaitan.

Hal menurutnya semakin menegaskan adanya dugaan conflict of interest terhadap penanganan kasus yang melibatkan kepentingan pejabat publik didalamnya.

"Kedatangan pihak kepolisian Polda Metro Jaya ke kediaman Fatia dan Haris juga semakin menegaskan bahwa Kepolisian dapat dijadikan alat negara untuk menakuti masyarakat yang sedang melakukan kritik terhadap pemerintah/pejabat publik atas kebijakan yang dikeluarkan. Situasi ini pun semakin memperparah kondisi demokrasi dan ruang kebebasan sipil di Indonesia yang angkanya terus menurun dalam beberapa waktu terakhir," kata Isnur.

"Terlebih dalam kasus Fatia dan Haris, upaya kriminalisasi ditujukan kepada ekspresi, kritik dan riset yang dilakukan masyarakat sipil sebagai bagian dari pengawasan publik. Kepolisian seharusnya bertindak profesional dengan menjamin ruang kebebasan sipil masyarakat dan tidak berpihak pada kepentingan pejabat," tutupnya. (kumparan)
close
Subscribe